Sentuhan Dendam Penuh Gairah

Menolak akan Terlihat Lebih Menggoda 



Menolak akan Terlihat Lebih Menggoda 

0Wajah Gu Xiaoran yang putih kini menjadi merah seperti buah persik. Bulu matanya yang tebal dan melengkung terus bergerak-gerak seperti kipas angin. Kedua mata yang berwarna hitam tampak begitu murni tanpa ada noda seolah-olah ada embun di dalam matanya, dan hidungnya yang mancung terlihat sangat mempesona.     
0

Bibir Gu Xiaoran dicium Mo Qing hingga terlihat sangat merah. Kemudian Mo Qing menundukkan kepalanya dan berbisik di telinga Gu Xiaoran, "Apakah kamu tidak tahu, jika kamu menolak akan membuatmu terlihat semakin menggoda? Sebenarnya aku tidak bermaksud melakukan apa-apa padamu pada malam hari ini, tetapi kamu sudah terlanjur menyalakan api nafsuku."     

Mendengar Mo Qing berkata seperti itu, seketika seluruh badan Gu Xiaoran langsung tegang, dia tidak berani bergerak sama sekali karena takut menantang kemampuan Mo Qing di saat ini.     

Mo Qing menyingkirkan rambut panjang Gu Xiaoran yang terurai di bagian lehernya, kemudian perlahan dia mulai mencium leher Gu Xiaoran. Sentuhannya yang lembut membuat badan Gu Xiaoran menjadi tegang.     

Gu Xiaoran ingin melarikan diri, tetapi dia ditekan kuat oleh pria ini. Dia sama sekali tidak bisa melarikan diri.     

Jari-jari Mo Qing menyentuh wajah Gu Xiaoran yang panas, kemudian dia menundukkan kepalanya dan berhenti di bibir Gu Xiaoran yang merah. Mo Qing berulang kali mempermainkan dan mencium Gu Xiaoran dengan ganas. Gu Xiaoran merasakan seperti kesemutan yang benar-benar mati rasa, sehingga dia tidak bisa melakukan perlawanan sedikit pun.     

Kulit Gu Xiaoran yang lembut membuat hasrat Mo Qing semakin melonjak. Entah sejak kapan resleting Gu Xiaoran bagian belakang terbuka, kini seluruh kecantikan Gu Xiaoran benar-benar terlihat dengan jelas di depan mata Mo Qing.     

Kedua mata Mo Qing menjadi gelap, kemudian dia pun berbalik badan, lalu menekan badan Gu Xiaoran. Perlahan dia mulai menggigit telinga Gu Xiaoran. Kemudian dia mulai melepas kemeja yang dia pakai serta rok yang dikenakan oleh Gu Xiaoran, lalu membuangnya ke luar bak mandi.     

Tubuh mereka berdua berada dalam jarak yang sangat dekat tanpa ada pakaian yang menutupi, ada perasaan aneh yang menyebar di seluruh tubuh. Kedua lengan Gu Xiaoran yang lemah merangkul leher Mo Qing, kulit mereka saling bersentuhan dan posisi mereka sangat intim.     

Jari-jari Mo Qing bermain di dalam celana dalam Gu Xiaoran, perlahan mulai turun ke bawah, dan ciumannya juga menjadi lebih dalam. Ketika hampir saja akan mencapai puncak kenikmatan tiba-tiba ponsel yang tadi dilempar ke samping itu berbunyi. Setelah mengumpat dalam hati 'lihat saja hantu', akhirnya Mo Qing mengambil ponsel itu dan meletakkan di telinganya. Sedetik berikutnya tatapan matanya tampak semakin dalam, "Qiqi?"     

Gu Xiaoran membuka kedua matanya lebar-lebar dan melihat Mo Qing sambil tercengang. Raut wajah Mo Qing kini terlihat lebih serius daripada sebelumnya dan dia pun berdiri dari bak mandi, "Jangan pergi ke mana-mana, aku langsung ke sana."     

Setelah mengakhiri panggilan, Mo Qing tidak berbicara apapun. Dia langsung berbalik badan, dan keluar dari kamar mandi, mengganti baju, lalu membuka pintu dan keluar.     

Sementara itu, Gu Xiaoran masih berbaring di dalam bak mandi dan melihat ke arah atap langit-langit.     

"Gu Xiaoran, apalagi yang bisa kamu harapkan? Dia bukan lagi Ziyan yang dulu. Sekarang dia adalah pria yang suka bermain dengan wanita lain, dia seorang pria brengsek yang suka mempermainkan hati para wanita."     

-     

Di Rumah Mo, saat itu Mo Zhenzhong menghela napas panjang saat melihat Cheng Peini yang sedang menunggu di pintu gerbang, "Peini, jangan menunggu lagi, tadi Qian Fu sudah menelepon Mo Qing, katanya dia tidak akan pulang hari ini."     

Dari tatapan matanya, sepertinya Cheng Peini merasa kecewa. Namun saat berbalik badan, dia tersenyum manis dan memegang lengan Mo Zhenzhong, "Sudah lama kita tidak bermain catur. Paman Mo, ayo kita main catur."     

Kedua mata Mo Zhenzhong tampak berbinar, "Ayo, hanya Peini yang paling mengerti aku."     

"Peini sendiri juga suka main catur. Jarang ada pemain pintar seperti Paman Mo, jadi aku harus belajar dalam kesempatan ini."     

Mo Zhenzhong meredamkan amarahnya, dan menyuruh pelayan untuk mengambil papan catur.     

"Apa benar kemarin malam Mo Qing tidak pulang ke rumah Mo?" Tanya Peini sambil menjatuhkan catur berwarna hitam.     

"Dia sudah lama tidak pulang." Balas Mo Zhenzhong sambil mendengus dengan kuat, "Dasar anak ini, aku kira dia menjemputmu di bandara."     

"Mungkin karena aku terburu-buru ingin melihat Paman Mo, jadi memanggil aku sopir untuk mengantarkanku ke sini, sehingga aku tidak bertemu dengannya." Ujar Cheng Peini. Ketika mengingat kembali kejadian saat Mo Qing menerima panggilan telepon di acara pertemuan tadi, tampak ada kebencian yang melintas di kedua mata Cheng Peini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.